Tabloidbnn.info. Palangkaraya Kepolisian Daerah Kalimatan Tengah (Polda Kalteng) tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang diduga terjadi di RSUD Doris Sylvanus Palangkaraya.
Dugaan korupsi tersebut, terkait pembengkakan utang Rumah Sakit (RS) yang mencapai angka fantastis, yakni lebih kurang mencapai Rp 120 milyar dalam kurun waktu 2023-2024.
Kapolda Kalteng Irjen Pol. Iwan Kurniawan, melalui Kabidhumas Polda Kalteng Kombes pol Erlan Munaji menyampaikan bahwa, untuk proses penyelidikan kasus dugaan korupsi di RSUD Doris sylvanus kota Palangkaraya saat ini, masih berlangsung Rabu 18/06/2025
Saat ini pihak Polda Kalteng masuk dalam penyelidikan awal,nanti akan kami cek kembali Tim penyelidik dan hasilnya disampaikan seiring perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi ini terang Erlan kepada awak media
Isu dugaan tidak pidana korupsi di RSUD Doris sylvanus ini,setelah adanya laporan dari banmdan pemeriksa keuangan (BPK) yang mengungkap temuan janggal berupa pembengkakan angaran Hinga mencapai ratusan milyar,dan ini menjadi dasar awal dilakuakanya penyelidikan oleh Polda Kalteng, ujar Erlan.
Dikesempatan lain Plt Direktur RSUD Doris Sylvanus Sayuti Samsul juga mengakui adanya permasalahan manajemen keuangan di rumah sakit (RS) tersebut.
Ia menyebutkan bahwa, pengeluaran yang telah melebihi kemampuan keuangan rumah sakit (RS) Doris Sylvanus Palangkaraya, yang telah menjadi penyebab utama terjadinya defisit angaran.
RS diduga melakukan belanja yang melebihi kapasitas keuangan, dan itu berlangsung sejak 2023 akibatnya, hutang terus menumpuk, kata Sayuti.
Saat pertama kali menjabat Plt Direktur RSUD Doris Dylvanus, saya mencatat hutang RS berada di angka Rp 24 milyar namun dalam hitungan bulan kedepan jumlah tersebut meningkat drastis hingga menembus angka Rp 120 milyar,dan angka ini sangat membebani operasional RS.
Sebagai langkah untuk penyelamatan, pihak manajemen RS kini mengalihkan sebagian beban keuangan melalui angaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD) prov Kalteng, langkah ini di ambil untuk menjaga keberlangsungan layanan kesehatan, dan sambil menunggu hasil penyelidikan dari aparat penegak hukum, tutup Sayuti.