Tabloidbnn.info | Banda Aceh. – Di tengah derasnya arus pelupaan sejarah dan marginalisasi tokoh-tokoh daerah dalam narasi kebangsaan, yang masing-masing memiliki peran dan kontribusi yang signifikan. Banda Aceh, 18 Juni 2025
Syarikat Islam Leader Forum (SILF) tampil sebagai motor penggerak kesadaran historis dan advokasi keadilan wilayah. Forum ini merupakan inisiatif dari Pimpinan Wilayah Syarikat Islam Provinsi Aceh, sebagai upaya strategis untuk mempertemukan kekuatan intelektual, moral, dan politik dalam membela martabat sejarah Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melalui gelaran Seminar Nasional bertajuk “Negarawan yang Terlupakan”, SILF membuka kembali ruang diskusi serius tentang peran tokoh-tokoh besar Aceh yang selama ini tidak mendapatkan tempat selayaknya dalam buku sejarah nasional, terutama Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Seminar ini akan digelar pada Sabtu, 28 Juni 2025 di Banda Aceh.
Salah satu tokoh utama yang menjadi fokus kajian adalah Abu Daud Beureu’eh, ulama kharismatik dan pemimpin visioner yang ditunjuk langsung oleh Presiden Soekarno sebagai Gubernur Militer pada masa genting Republik.
Peran Abu Daud tidak hanya strategis dalam pertahanan wilayah, tapi juga simbol bahwa Aceh pernah menjadi benteng terakhir republik saat daerah-daerah lain dikuasai kembali oleh Belanda.
Namun, ironi sejarah terus terjadi. Empat pulau yang secara historis dan geografis berada di wilayah Aceh—Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Batang Balong—kini secara administratif tercatat masuk Provinsi Sumatera Utara.
Seminar ini menjadi ruang penting untuk membongkar akar persoalan tersebut dari perspektif sejarah, hukum, dan geopolitik nasional.
Kegiatan yang digagas oleh SILF—forum strategis di bawah naungan PW Syarikat Islam Provinsi Aceh. Kegiatan ini akan menghadirkan tokoh nasional sekaligus ahli hukum tata negara, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.H., yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Kemasyarakatan, sebagai Keynote Speaker.
Kehadiran beliau memberikan legitimasi intelektual dan bobot strategis bagi seminar ini, terutama dalam mengkaji ulang peran sejarah Aceh dalam perjalanan republik dan relevansinya terhadap kondisi wilayah saat ini.
Dalam pengantarnya, Mismaruddin Sofyan, Tim Pelaksana sekaligus perwakilan SILF, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan semata mengenang masa lalu, tetapi mendorong pelurusan sejarah dan pemulihan kehormatan Aceh sebagai bagian penting dari Republik.
“Kami tidak ingin Aceh terus menjadi korban pelupaan dan marginalisasi sejarah. Seminar ini adalah ikhtiar kolektif untuk memperjuangkan keadilan sejarah dan menempatkan para tokoh kita di panggung yang semestinya,” Tegas Mismaruddin Sofyan.
Selain itu kata Mismaruddin, Dengan menggandeng para akademisi, sejarawan, peneliti hukum tata negara, serta pemangku kepentingan lokal dan nasional, seminar ini akan memetakan kembali bagaimana keputusan politik era revolusi fisik hingga Orde Baru, berdampak terhadap pergeseran batas administratif Aceh, khususnya di wilayah-wilayah pesisir dan kepulauan.
Salah satu fokus utama ialah bagaimana kepemimpinan militer di masa awal kemerdekaan yang sempat memperkuat posisi Aceh, justru tidak diikuti oleh jaminan keadilan wilayah dalam peta administrasi modern.
Seminar ini akan menyoroti secara akademis dan argumentatif bahwa hilangnya empat pulau bukan hanya masalah teknis birokrasi, tetapi produk dari pelapukan sejarah dan ketidaktegasan politik negara terhadap warisan wilayah perjuangan.
Melalui seminar ini, SILF menargetkan lahirnya rekomendasi strategis untuk diajukan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga legislatif nasional, agar dilakukan peninjauan ulang terhadap status wilayah, serta penguatan posisi sejarah Aceh dalam dokumen negara.
Lebih dari itu, kegiatan ini juga menjadi ajang konsolidasi pemikiran dan gerakan untuk mendorong tokoh-tokoh asal Aceh, seperti Abu Daud Beureu’eh, masuk dalam daftar Pahlawan Nasional secara resmi.
“Semoga seminar ini menjadi ajang bergengsi yang mampu melahirkan ide-ide terbaik dari Aceh untuk Indonesia. Aceh bukan hanya catatan sejarah, tapi pilar moral dan geografis NKRI,” Pungkas Mismaruddin.
Sebagai catatan, Syarikat Islam Leader Forum (SILF) dibentuk oleh Pimpinan Wilayah Syarikat Islam Provinsi Aceh sebagai ruang dialog kebangsaan, advokasi sejarah, dan pendidikan politik strategis berbasis nilai-nilai Islam dan keindonesiaan.
SILF menjadi wahana baru untuk memperkuat suara Aceh dalam panggung nasional, dengan pendekatan akademik, intelektual, dan kebijakan.
Dengan digelarnya Seminar Nasional ini, SILF berharap masyarakat Aceh, khususnya generasi muda, tidak lagi menjadi penonton dari sejarahnya sendiri.
Sebaliknya, mereka harus menjadi aktor utama dalam merebut kembali narasi, wilayah, dan kehormatan yang pernah diperjuangkan para pendahulu dengan penuh pengorbanan.Tutupnya (mz/abrar)