Tabloidbnn.info Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur-(NTT).Kasus pemecatan Ipda Rudy Soik, Polisi yang berani membongkar mafia BBM di Nusa Tenggara Timur (NTT), memicu perhatian publik.
Keputusan Polri untuk memecat Soik justru mengundang banyak kritik, termasuk dari Anggota DPR RI, Rahayu Saraswati. Di kompleks Parlemen Jakarta, Senin lalu, Rahayu menyampaikan niatnya untuk melaporkan kasus ini kepada Presiden Prabowo Subianto jika tidak ada tindak lanjut yang jelas.
Sebagai keponakan Prabowo dan Ketua Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Rahayu menyatakan dukungannya kepada Rudy Soik yang menurutnya telah berjuang keras melawan mafia BBM demi kepentingan masyarakat, khususnya para nelayan di NTT. Namun, bukannya apresiasi, namun Rudi Soik justru berhadapan dengan tuduhan pelanggaran kode etik dan pemecatan dari institusi Polri.
Menurut keterangan Rahayu Saraswati, pemecatan ini patut dipertanyakan mengingat latar belakangnya. Sebagai polisi, Rudy Soik telah berulang kali membongkar kasus tindak pidana besar, termasuk TPPO, dan mendapatkan reputasi sebagai penegak hukum yang tegas. Pemecatannya pun terjadi setelah upayanya untuk mengungkap praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi di NTT. Rahayu menegaskan, “Kalau tidak ada tindak lanjut yang jelas dan tidak ada keberpihakan yang jelas kepada masyarakat, tentunya saya akan mengangkat ini ke tingkat yang lebih tinggi lagi”.
Terkait kasus ini, Kapolda NTT, Irjen Polisi Daniel Silitonga, menyampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI bahwa Rudy Soik memang terlibat pelanggaran kode etik, termasuk meninggalkan tempat tugas tanpa izin dan dianggap kurang profesional dalam penyelidikan kasus BBM bersubsidi. Namun, pihak DPR yang hadir dalam rapat tersebut turut mempertanyakan kejanggalan dalam pemecatan ini dan mengindikasikan adanya perlakuan berbeda terhadap Soik dibandingkan anggota Polri lainnya.
Kepolisian menyebutkan bahwa Rudy Soik masih memiliki kesempatan untuk mengajukan banding atas keputusan pemecatannya. Namun, ini seolah menyiratkan bahwa proses banding hanya menjadi sekadar formalitas, mengingat beratnya pelanggaran yang dituduhkan. Rahayu Saraswati yang ikut dalam rapat bersama Komisi III DPR dan Kapolda NTT menyebutkan bahwa keputusan Polri ini membuat banyak pihak bertanya-tanya tentang sejauh mana integritas dan keadilan masih menjadi bagian dari sistem hukum yang berlaku.
Dalam pandangan Rahayu, Rudy Soik seharusnya mendapatkan dukungan, bukan tindakan disipliner yang berujung pemecatan, terutama ketika ia bertindak sesuai dengan sumpahnya sebagai penegak hukum. Dalam pembelaannya, Rahayu menegaskan bahwa pemecatan ini justru menimbulkan kecurigaan terhadap Polri, yang seharusnya menjadi institusi yang melindungi masyarakat dan memberantas praktik ilegal.
Kritikan terhadap Polri semakin ramai di media, di mana publik mempertanyakan alasan di balik tindakan keras terhadap Rudy Soik. Dalam rapat yang berlangsung di DPR, sejumlah anggota Komisi III juga menyoroti bahwa pelanggaran etik yang dituduhkan kepada Soik tidak serta-merta membenarkan pemecatan, mengingat ada indikasi bahwa Rudy sedang mengungkap kasus yang melibatkan pihak-pihak berkepentingan.
Perdebatan ini mengarah pada pertanyaan besar terkait apakah Polri benar-benar mengedepankan transparansi dalam menyelesaikan kasus-kasus di internal mereka, atau justru cenderung membungkam upaya pengungkapan kasus besar seperti mafia BBM. Sikap skeptis publik ini tidak lepas dari kenyataan bahwa Rudy Soik dikenal dengan rekam jejaknya yang kuat dalam mengungkap kejahatan besar, termasuk jaringan perdagangan manusia, dan ini semakin menambah tanda tanya mengenai motif di balik pemecatan tersebut.
Keputusan Polri untuk memecat Rudy Soik tanpa penjelasan lebih lanjut tentang proses yang jelas dan transparan, justru membuat publik bertanya-tanya mengenai keadilan bagi para penegak hukum yang berani mengungkap kasus besar.
Mengingat bahwa kasus BBM bersubsidi melibatkan pihak-pihak yang mungkin berpengaruh, publik mungkin tidak salah apabila mempertanyakan apakah Polri benar-benar memiliki komitmen penuh terhadap keadilan, atau justru bermain aman demi melindungi kepentingan tertentu.
Apakah ada kepentingan tersembunyi yang sedang coba dilindungi dengan pemecatan Ipda Rudy Soik?.
(*MIKEOLA)