Tabloidbnn.info. Palangkaraya, Ketua Umum (Ketum) perhimpunan intelektual Dayak Indonesia (PIDI) Kalteng, Dr Sontoe, Bi,H.D, S.Pd, M. Si menyatakan sikap tegas, menolak program transmigrasi nasional tahun 2025-2029 yang akan diterapkan wilayah Kalteng, Sabtu 12/07/2025
Sontoe mengaskan bahwa kebijakan pemerintah melalui program transmigrasi tersebut, yang akan didatangkan dari luar pulau Kalimantan, terutama ke bumi tambun Bungai,
Kalteng, akan berpotensi besar akan merusak tatanan sosial serta memperparah ketimpangan penguasaan tanah, dan mengancam eksistensi masyarakat adat Dayak, yang sejak lama hidup keterbatasan serta minim perhatian negara.
Program transmigrasi ini, jangan sampai menjadikan masyarkat Asli pribumi Dayak, sebagai penonton di tanahnya sendiri, transmigrasi boleh saja dijalankan pemerintah tapi untuk masyarkat lokal, bukan dari luar pulau Kalimantan, tegas Sontoe.
Ia menyebut masyarakat lokal, dan Adat di Kalteng sampai saat ini, belum sepenuhnya diberikan ruang oleh negara, untuk bangkit dari ketertinggalan, alih-alih diberdayakan hak-hak Dayak justru semakin terdesak akibat arus urbanisasi, investasi skala besar, dan eksploitasi SDM yang tidak berpihak kepada penduduk asli.
Sontoe menilai transmigrasi yang akan masuk bumi Kalimatan ini melanggar sejarah dan hak konstitusional Dayak, ia juga menekankan bahwa transmigrasi nasional tersebut telah berlangsung sejak 1970 dan sampai saat ini masih banyak menyisakan persoalan, mulai dari ketimpangan penguasaan tanah, rusaknya lingkungan,Hinga hilangnya akses akses masyarkat pribumi Asli Dayak, terhadap tanah adat dan hutan leluhur.
Pemerintah tidak bisa terus memaksakan kehendaknya sendiri, perlu kita ketahui bersama sebelum adanya republik Indonesia (RI) ini, suku pribumi asli Dayak, sudah sejak lama mendiami dan menyatu dengan alam Kalimantan, tanah dan hutan adat itu harus segera dikembalikan dan jangan dirampas lagi dengan cara semena-mena untuk menghindari konflik nantinya dikemudian hari, seru Sontoe.
PIDI Kalteng menyerukan, agar pemerintah pusat membuka ruang dialog terbuka, dengan para tokoh-tokoh masyarakat Adat Dayak setempat sebelum mengambil keputusan strategis, yang nantinya bisa akan berdampak besar bagi sosial, budaya,dan masa depan Kalteng, ungkap Sontoe.
Daripada memaksakan transmigrasi dari luar pulau Kalimatan, ia mendorong pemerintah pusat, agar fokus pada trasimgrasi lokal, yang akan memperdayakan masyarkat lokal itu sendiri.
Dan hal ini sejalan dengan visi Gubernur Kalteng H. Agustiar Sabran dalam membangun Desa dan meningkatkan kemandirian masyarakat lokal.
Dalam data PIDI Kalteng sekitar lebih kurang 80 persen, hasil hutan, sektor perkebunan, dan pertambangan Kalteng disetir ke pemerintah pusat, sementara masyarkat adat sampai saat ini, masih dibawah garis kemiskinan karena keterbatasan lahan pekarangan, serta minimnya akses kesehatan dan pendidikan, ungkap Sontoe.
Saya selaku ketum PIDI Kalteng,mewakili seluruh masyarkat adat Dayak Kalteng, agar presiden RI Prabowo Subianto dan kementerian terkait, tidak mengabaikan suara masyarkat adat Dayak ini, tutup Sontoe.