Tabloidbnn.info | Bank Aceh Syariah (BAS) kembali menuai kritik keras. Berita yang viral menghiasi beranda media sosial dan jadi buah bibir di masyarakat, alih-alih mengucurkan pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat, Bank daerah terbesar ini justru lebih memilih menempatkan dana segar sebesar Rp8,08 triliun di luar Provinsi sepanjang 2024.
Laporan tahunan BAS 2024 mencatat Rp7,05 triliun dana ditempatkan pada instrumen surat berharga, mulai dari sukuk negara hingga obligasi korporasi nasional. Sisanya dialokasikan pada antarbank. Ironisnya, langkah ini bukan kewajiban regulasi, melainkan keputusan manajemen.
Di sisi lain, untuk mendorong perekonomian daerah dan melayani masyarakat dengan produk dan layanan berbasis syariah pembiayaan UMKM BAS masih jauh dari target. Tahun 2023, porsi pembiayaan hanya Rp2,07 triliun atau 11,11 persen dari total portofolio, padahal Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 mewajibkan minimal 40 persen sejak 2022. Data sebelumnya pun stagnan: 7,59 persen (2021), 9,39 persen (2022), dan 11,11 persen (2023).
Ketua Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Perbankan Syariah UIN Ar-Raniry, Alfi Syahril, menyebut kondisi ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap mandat pendirian Bank Aceh.
“Bank Aceh didirikan dengan semangat menggerakkan ekonomi syariah. Tapi kenyataannya, UMKM yang menyerap lebih dari 90 persen tenaga kerja Aceh justru ditinggalkan. Publik pantas marah,” Tegas Alfi, Minggu (14/9/2025).
Menurutnya, laporan tahunan setebal 700 halaman hanya menampilkan angka-angka “abu-abu” yang tidak jelas menunjukkan porsi nyata pembiayaan UMKM.
HMP Perbankan Syariah mendesak BAS kembali pada jati dirinya. “Jika Bank Aceh terus mengabaikan rakyat, maka kepercayaan publik akan runtuh, dan sejarah hanya mencatatnya sebagai bank yang mengkhianati rakyat sendiri,” Pungkas Alfi Ketua Himpunan Mahasiswa Prodi (Red)