Tabloidbnn.info.Batam – Gelombang kemarahan warga Sei Temiang pecah tak terbendung. Lahan yang mereka tempati puluhan tahun—hasil relokasi resmi dari BP Batam—tiba-tiba diklaim sebagai milik perusahaan. Warga yang sejak awal dijanjikan pembinaan, kemudahan UWTO, dan kepastian tempat tinggal, kini justru menghadapi ancaman penggusuran setelah lahan tersebut diduga dialokasikan kepada pengembang pada tahun 2024.
Relokasi Resmi 2001 : Warga Tegaskan Bukan Pendatang Ilegal.
Ray, salah satu petani dan pembudidaya ikan air tawar yang sudah lebih dari 20 tahun mengelola lahan itu, menegaskan bahwa keberadaan warga bukanlah “liar” seperti stigma yang belakangan muncul.
Kami dipindahkan resmi dari Dam Duriangkang pada 2001. Ada keputusan BP Batam, ada janji pembinaan untuk 90 KK. Kami bukan menumpang, kami ditempatkan secara resmi,” tegas Ray.
Menurut Ray, pihak perusahaan sempat menawarkan uang Rp15 juta kepada warga yang bersedia pindah. Warga yang menolak, kata Ray, mendapat ancaman tetap digusur.
Lahan yang kami tempati ini cepsen area—memang disiapkan untuk bercocok tanam. Dua puluh tahun lebih kami hidup dari sini,” tambahnya.
Janji Manis BP Batam : 5 Tahun Gratis UWTO, Sewa Pakai Gratis, Hingga Bagi Hasil. Semua Menguap.
Dalam relokasi awal, warga mengaku diberikan beberapa opsi:
Bebas UWTO 5 tahun,
Sewa pakai,
Skema bagi hasil,
Atau pembayaran UWTO setelah periode tertentu.
Namun, upaya warga untuk mengurus UWTO justru selalu kandas.
Pengajuan kami selalu ditolak. Bahkan ada petugas yang bilang: ‘Ngapain ajukan, ini kan lahan negara.’ Tapi tiba-tiba muncul perusahaan yang mengaku punya lahan ini,” ujar warga lain dengan nada kecewa.
18 Hari Disetujui: Diduga Dua Perusahaan Dapat PL Secara Kilat
Kemarahan warga memuncak setelah mengetahui bahwa lahan tersebut diduga telah dialokasikan kepada dua perusahaan, yakni:
PT. Rejeki Tiga Bersaudara, dan PT. Seribu Samosir Abadi.
Menurut data yang diperoleh warga:
Permohonan lahan perusahaan masuk 13 Desember 2023,
PL (Penetapan Lokasi) keluar 01 Januari 2024,
Atau hanya 18 hari proses berjalan hingga disetujui.
Ironisnya, warga mengaku sudah tiga kali mengajukan permohonan UWTO selama bertahun-tahun, namun selalu ditolak.
Direktur Lahan BP Batam Datang, Tapi Tak Ada Kepastian
Direktur Lahan BP Batam, Ilham, beserta pejabat lain disebut turun ke lokasi. Namun menurut warga, kedatangan itu tidak membawa jawaban apa pun soal:
Kepastian status lahan,
Nasib ratusan petani,
Maupun ancaman penggusuran yang terus membayangi.
Kami hanya dijanjikan akan dikaji, akan dicek, akan koordinasi. Tapi tidak satu pun jawaban pasti,” keluh warga.
Warga Tempuh Jalur Hukum — Pengacara Soroti Surat Ditpam yang Salah Alamat
Merasa diabaikan, warga kini resmi menempuh jalur hukum dan menunjuk Bali Dalo, S.H. sebagai kuasa hukum.
Bali Dalo menyoroti kejanggalan administratif pada surat yang dikirim Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam.
Surat Ditpam saja salah alamat. Ini sudah menunjukkan ada kekeliruan prosedur. Kalau administrasi dasar saja keliru, bagaimana dengan proses alokasi lahannya?” tegasnya.

Surat tersebut dialamatkan ke:
Jl. KH. Ahmad Dahlan, Sei Temiang RT 02/07, Kel. Tanjung Riau, Kec. Sekupang — alamat yang tidak sesuai dengan domisili warga.
Petani dan Pembudidaya Terancam Hilang: Dua Dekade Usaha Bisa Musnah Seketika
Jika rencana alokasi lahan kepada perusahaan benar dilanjutkan, maka:
Puluhan kolam ikan air tawar, Lahan pertanian yang dibuka sejak 2001, Serta sumber ekonomi warga selama dua dekade, terancam hilang tanpa ganti rugi yang jelas.
Warga menegaskan bahwa mereka bukan “penyerobot lahan”, melainkan komunitas yang ditempatkan oleh BP Batam sendiri dan telah menjalankan fungsi sosial-ekonomi di lokasi itu selama 23 tahun.
Kondisi saat ini BP Batam lepas tangan bukannya memberikan solusi agar masyarakat tetap bisa berusaha mencari makan.
Apa yang di lakukan BP Batam mencerminkan tidak sejalan dengan program Bapak Presiden Prabowo Subianto swasembada pangan di Batam, semua lahan pertanian dan perikanan di jadikan properti, masyarakat dikorbankan.
Sejatinya Kepala BP Batam Amsakar Achmad dan wakil kepala BP Batam li Claudia Candra, harus mendukung program pemerintah ketahanan pangan dan mempertahankan lahan pertanian dan perikanan di Batam, bukan sebaliknya membabat habis, sebab masyarakat sudah puluhan tahun mengelola lahan tersebut untuk pertanian dan perikanan, padahal BP Batam sendiri yang merelokasi masyarakat.
Publik bertanya apakah hal semacam ini ulah para mafia tanah yang bekerja sama dengan oknum BP Batam, sehingga tega mengorbankan kepentingan masyarakat.












