Gunakan Seutas Tali, Sang Ayah Selamatkan Keluarganya Saat Banjir Setinggi Atap Rumah

  • Bagikan

Aceh Tamiang, Tabloidbnn.info – Bencana banjir bandang melanda Aceh Tamiang pada Selasa-Rabu, 25-26 November 2025. Hujan deras disertai badai petir dan angin kencang menyebabkan sejumlah rumah rusak, pohon tumbang, dan akses jalan terputus.

​Secara perlahan, air mulai menggenangi permukiman. Ditambah luapan Sungai Tamiang, ketinggian air terus bertambah. Hujan yang turun merata dari hulu hingga hilir Tamiang membuat warga panik.

Mereka bergegas menyelamatkan harta benda, mulai dari perabotan rumah tangga, hewan ternak hingga kendaraan, ke tempat yang lebih tinggi.

​Kondisi semakin mencekam. Debit air sungai terus meningkat, memaksa warga mencari dataran tinggi untuk berlindung.

Dalam keadaan gelap gulita tanpa penerangan dikarenakan listrik padam total, warga berjuang untuk keselamatan.

​Terjebak di Atas Atap Rumah

​Keesokan harinya, Kamis, 27 November 2025, luapan air sungai mencapai puncaknya, mencapai setinggi 3 hingga 5 meter, menenggelamkan ribuan rumah warga di Aceh Tamiang. Banyak warga yang terjebak dan terpaksa bertahan di atas atap rumah tanpa makanan, air bersih, atau pertolongan.

​Abdul Karim (50), warga Kampung Alur Bemban, Kecamatan Karang Baru, adalah salah satu saksi hidup. Saat itu, ia sedang berada di lantai dua rumah almarhum mertuanya di Desa Bukit Tempurung, Kecamatan Kota Kualasimpang.

Ia menceritakan detik-detik perjuangannya menyelamatkan keluarga. Pada Kamis malam, selepas Shalat Magrib, air sudah berada di atas atap rumah.

Abdul Karim bersama istri dan empat anaknya (Muhammad Arfi, Afdilla Zikri, Cinta Salsabila, dan Luthfi Sakhi Zaidan), serta adik iparnya, Fery Agustian, sudah terjebak di lantai dua.

​Anak-anaknya diliputi rasa ketakutan saat menyaksikan beberapa rumah warga hanyut terbawa arus yang sangat deras. Mereka juga sempat berteriak meminta tolong, namun pertolongan tak kunjung datang.

​Tali Nilon Penentu Keselamatan

​Di tengah keputusasaan, Abdul Karim menemukan seutas tali nilon berukuran kurang lebih sebesar jari kelingking dengan panjang 10 meter. Tali sederhana itulah yang menjadi alat penyelamat keluarganya di tengah-tengah banjir.

​Dengan tali tersebut, ia mulai menyeberangkan keluarganya satu per satu ke atap rumah warga lain yang posisinya lebih tinggi. Ia mengikat badan anak-anaknya sebelum melompat ke dalam air berarus deras, lalu menarik mereka hingga tiba di atap rumah yang aman dengan kondisi badan terluka akibat tersayat seng atap rumah.

​Tangisan dan jeritan anak-anaknya tak terbendung. Namun, berkat kegigihannya, seluruh anggota keluarga berhasil diselamatkan. “Alhamdulillah, semuanya selamat.

Malam itu, kami sekeluarga berlindung dalam keadaan pakaian basah dan kedinginan di lantai dua rumah warga yang sedikit lebih tinggi,” kenang Abdul Karim.

Malam itu, mereka melewati waktu tanpa tidur, menggigil, gelap gulita, tanpa listrik, dan tanpa komunikasi karena ponsel tidak berfungsi akibat tidak ada jaringan sinyal.

​Berjuang Mencari Makanan

​Keesokan pagi harinya, anak-anaknya mulai merengek, “Ayah, Mamak, kami lapar dan kami haus.”

​Tanpa berpikir panjang, Abdul Karim nekat berenang dan berjalan di atas atap-atap rumah warga untuk mencari makanan dan minuman. Setelah berjuang sejauh kurang lebih 80 meter, ia menemukan sebuah rumah berlantai dua yang lebih tinggi.

​Di sana, ia bertemu dan mendapat pertolongan dari keluarga bernama Kak Yuslina dan Yus Witriati yang juga menampung beberapa keluarga yang mengungsi, Mereka memberikan bantuan makanan dan air bersih..

Dengan bungkusan nasi dan air yang didapat, ia kembali berenang dan memanjat atap untuk membawa bekal tersebut kepada keluarganya.

​Bantuan makanan dari Kak Yus dan Wiwid ini terus didapatkan selama empat hari bertahan di pengungsian sementara.

Saat berenang membawa bungkusan nasi dan satu buah galon berisikan air bersih yang hanyut akibat talinya putus, Ia sempat kehabisan tenaga serta pasrah hanya menggenggam kanopi salah satu rumah warga, dalam hatinya berkata, “ya Allah, selamatkanlah aku dan keluargaku “.

Berkat pertolongan Allah SWT, ia berhasil memanjat atap rumah warga setelah melewati arus kencang meskipun tanpa membawa pulang galon berisikan air bersih yang telah hanyut.

​Ketika air mulai surut dengan kedalaman sekitar 2,5 meter, Abdul Karim berusaha keluar mencari bahan pokok yakni beras. Meskipun tanpa membawa uang, ia berhasil mendapatkan 15 kg beras (cash bon) dari warung milik Nova adik dari Kak Yus dan Wiwit untuk dimasak dengan cara dimasukkan ke dalam Tupperware berukuran besar.

Alhamdulillah , kami bisa memasak beras menggunakan kayu bakar meskipun di tengah kegelapan malam. Hanya minyak goreng dan tisu dijadikan sebagai penerangan di kala malam.

Handphone tak berfungsi karena tidak ada jaringan, tak ada kabar apapun dari sanak family maupun sahabat-sahabatnya.

​Pemulihan Pasca Banjir

​Saat air benar-benar surut, keluarga Abdul Karim harus membersihkan lumpur setebal 30 cm di dalam rumahnya yang mengalami kerusakan parah.

Bantuan mulai diterima berupa bahan makanan beras, roti, minyak goreng, air bersih, dan kebutuhan lainnya berdatangan baik dari pemerintah maupun dari para dermawan yang berasal dari luar Provinsi Aceh.

​Hingga Senin, 18 Desember 2025 atau 23 hari pasca banjir, kondisi di Aceh Tamiang mulai berangsur pulih. Meskipun listrik masih padam dan .

​Abdul Karim menyatakan bahwa banjir tahun 2025 ini merupakan banjir terparah setelah tahun 1996, 2006, dan 2022. Ia menyebut banyak warga kehilangan tempat tinggal dan bahkan menjadi korban jiwa karena hanyut atau kelaparan.

Ucapan terima kasih juga disampaikannya kepada keluarga Kak Yus dan Wiwid serta Nova yang telah memberikan bantuan makanan dan minuman untuk keluarganya selama banjir.

​Ia berharap bencana ini tidak terulang kembali. “Jadikan musibah ini sebagai peringatan, dan mari kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,” tutup Abdul Karim.

Penulis: Redaksi Editor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *