Jalan Rusak Picu RDP, Komisi III DPRK Aceh Tamiang Desak Pertamina EP Rantau Bertanggung Jawab

  • Bagikan

Tabloidbnn.info | Aceh Tamiang – Komisi III DPRK Aceh Tamiang mendesak Pertamina EP Rantau untuk segera bertanggung jawab atas kerusakan jalan di sekitar wilayah operasi perusahaan. Desakan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di gedung DPRK, Rabu (12/11/2025).

​Ketua Komisi III DPRK, Maulizar Zikri, berbicara tegas di hadapan manajemen Pertamina EP Rantau. Ia menyoroti rusaknya jalan yang diduga kuat akibat aktivitas kendaraan berat perusahaan.

​“Jangan lagi melempar tanggung jawab. Jalan di sekitar operasi itu rusak karena aktivitas perusahaan. Masyarakat tidak mau tahu siapa yang harus memperbaiki, mereka hanya ingin bisa lewat tanpa terjebak lumpur,” ujar Maulizar.

​RDP ini merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya terkait pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Pengembangan Masyarakat (PPM) Pertamina EP Rantau.

​Maulizar menegaskan bahwa kerusakan jalan bukan sekadar akibat hujan, melainkan dampak langsung dari mobilitas perusahaan.

​“Jangan bersembunyi di balik alasan bahwa jalan itu sudah diserahkan ke Pemkab. Perusahaan tetap punya tanggung jawab moral,” tegasnya.

Nada serupa datang dari anggota Komisi III lainnya. Sugiono menyebut kerusakan sudah “merata dan parah”, sementara Irwan Effendi menekankan agar perbaikan jalan tersebut menjadi prioritas utama program CSR 2025–2026.

​“Kami akan meninjau dan mengevaluasi langsung di lapangan. CSR dalam migas bukan hanya program sosial, tapi instrumen untuk menjaga kepercayaan publik.”

Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Sumbagut, Yanin Kholison, menyatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti keluhan tersebut. Ia menjelaskan bahwa dalam industri migas, CSR disebut PPM dan setiap anggarannya harus diaudit.

​“Setiap rupiah yang dikeluarkan harus bisa dipertanggungjawabkan dan diaudit oleh SKK Migas dan BPK,” ujar Yanin.

“Kami akan meninjau kondisi jalan dan mengevaluasi apakah kerusakan disebabkan aktivitas kontraktor atau faktor lain. Hasilnya akan kami koordinasikan dengan Pertamina dan pemerintah daerah.” kata Yanin pejabat di SKK Migas yang bertanggung jawab atas komunikasi dan formalitas di wilayah Sumatera Bagian Utara.

Sementara itu, Sayed Zainal M, SH, Ketua F-CSR Aceh Tamiang mengatakan bahwa ​“CSR itu tanggung jawab, bukan belas kasihan. Pemerintah harus punya dasar hukum yang kuat agar setiap perusahaan tahu kewajibannya dan rakyat tahu haknya.”

​Menurutnya, Qanun Aceh Tamiang Nomor 7 Tahun 2014 sudah jelas mengatur peran masing-masing pihak.

“Masalahnya, selama ini koordinasi kita tidak kuat. Jangankan manfaatnya, untuk mengeksekusi pun lemah karena dasar hukumnya belum ditegakkan,” lanjut Sayed.

​Ia mendesak Pemkab dan Bupati untuk segera mengeluarkan aturan turunan atau instruksi bupati. “Kalau kita menunggu revisi qanun, itu panjang. Tapi instruksi bisa jadi dasar yang mengikat, agar semua perusahaan paham kewajibannya,” tegasnya.

​Menanggapi desakan tersebut, Field Manager Pertamina EP Rantau, Tomi Wahyu Alimsyah, menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan kontraktor dan SKK Migas untuk mencari solusi perbaikan jalan “yang sesuai koridor regulasi.”

​Namun, jawaban itu dinilai tidak memuaskan. “Jangan semua diserahkan pada regulasi. Kalau masyarakat sudah marah, regulasi takkan mampu menahan amarah itu,” sela Maulizar.

Selain itu ​Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Saiful, turut mengkritik pola koordinasi Pertamina. Ia menegaskan bahwa pelaksanaan CSR harus merujuk pada Qanun Nomor 7 Tahun 2014 turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).

​“CSR bukan bentuk kemurahan hati, tapi kewajiban hukum. Coba buka Qanun Nomor 7, bab dan pasalnya jelas. Semua kegiatan Pertamina harus merujuk Qanun itu,” tegas Saiful.

​Dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut, disepakati beberapa komitmen diantaranya; ​Pertamina EP Rantau diminta memprioritaskan perbaikan jalan di sekitar wilayah operasi sebagai program utama CSR/PPM 2025–2026.

​SKK Migas akan melakukan evaluasi lapangan bersama vendor terkait. ​Pemkab dan DPRK akan memperkuat mekanisme pengawasan, termasuk kewajiban laporan triwulan dari perusahaan.

​F-CSR akan membantu menyusun rekomendasi penguatan dasar hukum pelaksanaan CSR melalui instruksi bupati.

Penulis: Abdul Karim
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *