Tabloidbnn.info. Pangakalan Bun, Kembali lagi terjadi dugaan kasus tindak pidana berat penganiyaan terhadap masyarakat Adat Dayak Kalteng, di areal perkebunan kelapa sawit milik PT GSIP group Astra, di desa pandu Sanjaya, kecamatan Pangakalan Lada, Kabupaten Kotawaringin Barat, beberapa waktu lalu.
Ketua umum Ormas Betang Mandau Talawang (BMT) Kalteng Kristianto D Tunjang, di dampingi kuasa hukumnya Marden A Nyaring, SH.MH, mengungkapkan bahwa, pihaknya telah resmi melaporkan dugaan tidak pidana berat, yang terjadi beberapa waktu lalu di areal perusahaan perkebunan kelapa sawit PT GSIP group Astra Sabtu 12/07/2025.
Kami berharap penyidik satreskrim Polres Kobar serius menindaklanjuti laporan kami ini, klien kami Deden dan ketiga anggotanya, telah menjadi korban kekerasan berat sangat tidak manusiawi, yang dilakukan oleh oknum preman suruhan CDO PT GSIP Agus Wantara beberapa waktu lalu, terang Marden kepada awak media.
Menurut Marden, Insiden yang memilukan tersebut terjadi, ketika kliennya telah menerima laporan dari salah satu pengawas lapangan terkait aktivitas pemanenan tandan buah sawit (TBS), yang dilakukan oleh perusahaan PT GSIP, yang diluar izin HGU.
Merespon hal tersebut, klien kami ketua Ormas BMT Deden bersama sopirnya Melky, langsung menuju lokasi sesampainya ditempat kejadian Deden telah mendapati para pekerja sedang memanen sawit, dan kemudian ia menegur secara baik-baik, agar aktivitas itu dihentikan sementara, karna lahan tersebut masih dalam sengketa dan berada diluar izin resmi PT GSIP, berdasarkan telaah BPN/ATR Kobar.
Klien kami Deden, juga menyampaikan hal itu juga terhadap mandor, security, dan dua orang oknum TNI yang saat itu berada di lokasi namun tidak lama kemudian, datang dua mobil berisi sejumlah orang salah satunya adalah Agus Wantara CDO PT GSIP group Astra, dan sejumlah orang yang tidak dikenal, diduga preman bayaran perusahaan.
Lebih lanjut, salah satu dari mereka yang datang itu memerintahkan agar aktivitas panen dilanjutkan, pada saat klien kami Deden menghentikannya, sekelompok orang yang baru datang bersama Agus Wantara CDO PT GSIP tersebut, langsung menyerang secara fisik langsung mencekik leher, memelintir tangan, dan memborgol, ungkap marden.
Tidak cukup sampai itu saja, klien kami Deden diseret, dipukul, dan dipaksa naik ke bak mobil terbuka bersama ketiga anggotanya, dan kemudian dibawa ketempat sepi disekitar blok PT AMR dan di interogasi secara tidak manusiawi, ujar Marden.
Menurut keterangan klien kami Deden, sempat ada letusan senpi juga yang diarahkan terduga pelaku preman bayaran perusahaan PT GSIP ini Persis dekat telinga, serta diancam akan dibunuh dikatai sangat kasar, kemudian mereka merampas handphone Deden, dan menghapus seluruh isi data pribadi didalamnya, kemudian disuruh jongkok di atas Tanah dengan tangan terborgol kebelakang dan dalam keadaan tangan diborgol klin kami ini juga di intimidasi dan di cap sebagai preman, perilaku ini sangat melanggar hukum dan HAM berat, tegas Marden.
Dikesempatan yang sama ketua BMT Kalteng Krintianto D Tunjang alias Deden menyampaikan bahwa dirinya menegur aktivitas pemanenan berdasarkan surat yang telah terbit dari kantor BPN/ATR Kobar no IP/971-6201/IV/2025 tertanggal 11 Juni 2025, yang menyatakan bahwa, titik kordinat lokasi tersebut berada diluar HGU PT GSIP dan belum memiliki status hak tanah resmi.
Setelah beberapa jam kami bersama tiga anggota saya ditahan di lokasi tersebut, kemudian dibawa ke Kota Pangakalan Bun menuju SPKT Polres Kobar, dan dilakukan visum repertum malam harinya, ia juga menyebutkan bahwa mobil Inova memiliki pribadinya, juga disita oleh pihak yang membawanya sampai saat ini tidak tau keberadaanya.
Marden A Nyaring, selaku kuasa hukum Deden dan ketiga anggotanya ini berharap, kepada aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini penyidik satreskrim Polres Kobar dapat bertindak ofjektif dan profesional dalam menangani kasus ini.
Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil, terutama terhadap dugaan kekerasan yang melagat hukum yang dilakukan oleh oknum perusahaan maupun oleh oknum aparat dilapangan, karna ini bukan sekedar persoalan lahan tetapi juga hak asasi dan perlakuan terhadap warga negara, kami terus mengawal kasus ini sampai akhir, tutup Marden.