Pengadilan Negeri Batam Diduga Jadi Mesin Eksekusi Mafia lahan

  • Bagikan

Tabloidbnn.info.  wwa Batam – Aroma busuk mafia tanah kembali menyeruak di Kota Batam. Nama Rusdi, rentenir yang disebut-sebut lihai “menggenggam” pejabat dan aparat, kini menjadi sorotan setelah kediaman sah milik warga di Jalan Anggrek Dalam No. 12, RT 001/RW 001, Kelurahan Baloi Indah, Kecamatan Lubuk Baja, dieksekusi paksa oleh Pengadilan Negeri Batam.

Kamis (17/07/2025), eksekusi brutal ini menyasar rumah Ida Julyana, warga yang telah puluhan tahun tinggal di lokasi tersebut. Ironisnya, eksekusi dilakukan tanpa menunjukkan surat perintah resmi kepada pemilik rumah, media, maupun masyarakat. Massa yang dibawa aparat dan pengadilan pun terkesan lebih mirip aksi preman dibanding proses hukum beradab.

Yang lebih memuakkan, sertifikat rumah Ida Julyana tiba-tiba sudah beralih nama menjadi milik Rusdi. Proses peralihan yang janggal ini memperkuat dugaan praktik mafia tanah: hutang-piutang kecil dibesarkan, dokumen dimanipulasi, lalu rumah dirampas dengan stempel “sah” dari pengadilan.

> “Saya disuruh mengosongkan rumah tanpa alasan jelas. Tidak ada peringatan, tidak ada surat perintah. Tiba-tiba mereka datang, membawa massa, pengadilan, dan polisi, memaksa saya keluar,” kata Ida Julyana dengan nada pilu.

BPN Batam Bergerak – Tapi Terlambat?¿Dalam perkembangan terbaru, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batam disebut telah memblokir sertifikat yang sudah atas nama Rusdi. Langkah ini menuai apresiasi publik karena menunjukkan keberanian melawan permainan mafia tanah. Namun, publik bertanya-tanya: mengapa blokir ini baru dilakukan setelah eksekusi brutal terjadi?

Blokir sertifikat seharusnya dilakukan sejak awal saat ada indikasi kuat manipulasi data dan peralihan kepemilikan yang mencurigakan. Kini, rumah sudah dikosongkan, korban sudah terusir, dan Rusdi beserta jaringan pendukungnya sudah mendapatkan “karpet merah” dari pihak-pihak yang seharusnya menjaga hukum.

Pengadilan Negeri Batam Diduga Jadi Mesin Eksekusi Mafia

Ketua Kamtibmas DPC Kota Batam, Sacrodin, yang hadir di lokasi, menegaskan eksekusi ini cacat prosedur sekaligus cacat hukum.

> “Kami minta surat perintah eksekusi, mereka tidak bisa menunjukkan. Ini jelas pelanggaran hukum. Oknum pengadilan bertindak seperti preman legal,” tegas Sacrodin.

 

Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah pengadilan masih menjadi benteng keadilan, atau sudah menjadi mesin eksekusi pesanan mafia tanah?

Sistem Hukum yang Runtuh

Kasus ini menjadi potret buram runtuhnya supremasi hukum di Batam. Pemerintah kota, aparat penegak hukum, dan lembaga peradilan yang seharusnya membela rakyat kecil justru terlihat tunduk pada kekuatan uang dan pengaruh jaringan mafia.

Masyarakat mendesak Kejaksaan Agung dan Komisi Yudisial segera mengusut tuntas oknum-oknum pengadilan, pejabat, serta pihak-pihak yang terlibat dalam “skenario kotor” ini.

Jika dibiarkan, bukan hanya Ida Julyana yang akan kehilangan rumahnya — setiap warga Batam berpotensi menjadi korban berikutnya. Ketika hukum sudah menjadi komoditas dagangan, rakyat hanya akan menjadi santapan empuk bagi para serigala berbaju aparat.

Lanjut dari ismail ketum alinasi LSM ORMAS peduli kepri . Jika terbukti adanya pemalsuan dokumen oleh notaris dan bekerjasama dengan saudara RD, maka korban harus melaporkan kepada polisi karena unsur pidananya yaitu pasal 263, tentang pemalsuan dokumen otentik

Dan keputusan pengadilan negeri batam batal demi hukum, siapapun yang terlibat dengan masalah tersebut harus bertanggung jawab.

Aliasi LSM ORMAS Peduli Kepri siapl membantu , termasuk jika perlu akan aksi damai di pengadilan negeri Batam ,

Bersambung

Penulis: IsmailEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *