Simalungun, tabloidbnn.info – Jelang perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus beberapa hari mendatang, masyarakat desa terhenyak dengan keluarnya Permendesa PDT No.10 tahun 2025 pada Rabu, 13/8/2025.
Permendesa kali ini dikeluarkan untuk memperkuat Permenkeu no.49 tahun 2025 terkait program strategis nasional era pemerintahan presiden Prabowo-Gibran yaitu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih atau sering disingkat KDMP.
Pada Bab IV Permendes 10/2025 tentang persetujuan pinjaman dipaparkan alur pengajuan proposal dari ketua KDMP kepada Kepala Desa untuk kemudian diteruskan ke Badan Permusyawaratan Desa.
Dalam prosesnya persetujuan proposal ini haruslah melalui musyawarah desa (bukan musyawarah anggota) yang dihadiri kepala desa, BPD, pengurus KDMP dan tokoh/unsur masyarakat desa. Hasil musyawah desa ini haruslah dituangkan dalam berita acara dan surat keputusan kepala desa, yang nantinya jadi dasar KDMP melalukan permohonan pinjaman kepada bank.
Kemudian dalam hal bank menyetujui surat permohonan pinjaman KDMP, kepala desa juga membuat surat kuasa penempatan dana desa ke rekening pembayaran pinjaman yang ditandatangani bersamaan pada saat akad kredit.
Pada bab V Permendesa 10/2025 tentang imbal jasa bagi pemerintah desa tercantum kewajiban KDMP untuk membayar minimal 20% dari keuntungan bersih KDMP kepada desa sebagai pendapatan tahunan APB desa.
Program Mimpi
Disebut sebagai program mimpi karena :
1. Minimal 6% keuntungan usaha KDMP harus disisihkan untuk membayar bunga pinjaman bank.
2. Minimal 20% keuntungan bersih KDMP harus disisihkan untuk APB desa.
Jika ditotal dari kedua permen ini saja, KDMP harus menyisihkan minimal 26% keuntungan bersihnya. Ingat, minimal.
Lalu kemudian, dengan logika bisnis paling sederhana. Bukankah untuk menjalankan unit usahanya, KDMP haruslah mengutip margin paling minimal diatas 26%?
Unit usaha apa di desa dengan margin minimal diatas 26%?
Mari kita bahas.
Kementrian koperasi (diperkuat oleh permenkeu dan permendes) menetapkan 7 unit usaha KDMP, antara lain :
1. Kegiatan kantor koperasi.
2. Pengadaan sembilan bahan pokok (sembako)
3. Klinik desa
4. Apotik desa.
5. Pergudangan
6. Logistik dan/atau
7. Simpan pinjam
Jika dibedah lebih lanjut, di desa, sesuai arahan kementrian koperasi, KDMP difokuskan untuk penyaluran sembako, pupuk, dan gas LPG.
Jika HET LPG di angka 18ribu, kemudian diambil margin minimal 26% (untuk menutup potongan wajib diatas) maka harga jual jatuh di 22.680 rupiah. Siapa mau beli diharga segitu?
Atau contoh lain. Pulsa dan token listrik 10 ribu. Harga jual pasaran berkisar 12 ribu, berarti margin 20%. KDMP masih harus nombok minimal 6% lagi.
Menjadi pertanyaan, jika KDMP dibangun untuk menyokong ekonomi dari desa, maka unit usaha apakah didesa yang mampu bergerak dengan margin keuntungan pasti diatas 26%?
Jika seturut perkataan menteri koperasi, penjadwalan operasional koperasi paling lambat akhir tahun ini, maka para pengurus koperasi wajib rutin olahraga jantung dan pernafasan.
Karena itu berarti pengurus masih menanti tanggungjawab pembayaran lain selain 26% tadi. Bisa dari aturan bank himbara, dari kementrian perpajakan, dari kementrian dalam negeri, dari kementrian perdagangan, kemenhub, dan lain sebagainya.
Lalu bergerakkah ekonomi desa dengan keberadaan KDMP?
Mampukah mimpi koperasi jadi sokoguru pembangunan mewujud nyata?
Ataukah akibat permen-permen ini para pengurus KDMP menjalankan usaha illegal demi mengejar margin 26% tadi?
KDMP membunuh tengkulak dan Rente? Ah rente pun 20% nya pak!