Celah Kolusi Dalam Pembentukan Koperasi Merah Putih

  • Bagikan

Tabloidbnn.info. Pematangsiantar, Polemik pembentukan koperasi merah putih kelurahan Pondok Sayur membuka tabir pengetahuan baru terkait celah potensi kolusi dalam pembentukan koperasi merah putih, Rabu (28/5/2025).

Sejumlah celah dimaksud berawal dari mekanisme desakan percepatan pembentukan koperasi itu sendiri. Dimulai dari sosialisasi yang tidak (sengaja) maksimal kepada warga, metode undangan sosialisasi yang hanya melibatkan orang atau lembaga tertentu, hingga pemahaman terkait aturan pengangkatan pengurus dan pengawas yang ambigu.

“Kalau terkait RT RW jadi pengurus koperasi saya rasa bisa bang. Karna RT RW itu kan bukanlah perangkat desa, mereka hanya kelembagaan warga,” ungkap Camat Siantar Martoba.

Dirinya juga menegaskan jika ketentuan itu sudah termaktub dalam peraturan kemendagri sejak lama.

“Lurah-lah perangkat pemerintahan terendah,” tambahnya.

Senada dengan Camat, Lurah Pondok Sayur juga mengutarakan keterkaitan aturan itu juga yang menyebabkan dirinya merasa tidak keberatan saat sekretaris koperasi merupakan anak dari Sekretaris Lurah.

“Karna yang jadi pengawas otomatis (ex-officio) kan lurah, bukan sekretaris lurah. Jadi tidak apa jika anak seklur jadi pengurus koperasi,” ungkap lurah Susan.

Menanggapi hal itu, awak media kemudian membacakan aturan terkait pengangkatan pengurus dan pengawas koperasi merah putih terutama di poin “Hubungan Semeda” dan “Perangkat Pemerintah”.

Narasi dalam aturan yang memakai kata “dan” bukan kata “atau” sepertinya dipahami keliru oleh pengusung pendiri koperasi.

Ketentuan pengangkatan dengan memakai narasi tidak boleh hubungan semeda (pertalian darah) sampai derajat kesatu dengan pengurus pengelola “dan” perangkat desa/kelurahan dimaknai bahwa ketentuan berlaku hanya untuk satu pasal bukan keseluruhan. Sementara penggunaan kata “dan” harusnya justru menekankan ketentuan mengikat antar pasal.

Dalam sosialisasi pada masyarakat, baik Presiden Prabowo maupun Kementrian Koperasi berulangkali menegaskan jika Koperasi Merah Putih kali ini harus mengambil pelajaran dari kegagalan koperasi koperasi terdahulu. Salah satunya membatasi keterikatan semeda (pertalian darah) antar pengurus dan pengelola.

Hal ini jelas bertujuan menciptakan iklim koperasi yang objektif, akuntabel, dan profesional tanpa intervensi pihak luar terlebih dari aparatur pemerintahan sendiri.

Pelanggaran terhadap celah-celah pembentukan koperasi ini jelas mengarah pada dugaan upaya kolusi dan konflik kepentingan. Koperasi yang pengurusnya merupakan semeda dari perangkat pemerintahan tentunya mendapat eksklusifitas informasi dan bidang teknis dibanding koperasi lainnya.

Sampai berita ini diturunkan, masyarakat belum mendapatkan ruang pengaduan jika menemukan kejanggalan pembentukan koperasi merah putih di wilayahnya, perangkat pemerintahan sepertinya pun kurang mendapat penjelasan mendalam terkait teknis pembentukan, serta kementrian koperasi sendiri sampai saat ini belum menurunkan ketentuan teknis (juknis) baku untuk pembentukan koperasi merah putih, program yang digadang-gadang sebagai program andalan Presiden Prabowo.

Penulis: Ando Editor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *