Tabloidbnn.info | Jakarta – Ironis, Kembali terjadi di negeri ini, pada saat rakyat harus berjuang mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan mengantri panjang, dengan sistem barcode yang sulit
Para Pejabat Pertamina justru, terlibat dalam Skandal Korupsi yang merugikan Negara lebih kurang Rp. 200 triliun.
Dalam kasus ini, Kejagung RI menetapkan 7 (tujuh) orang sebagai tersangka, dalam Kasus Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah di PT Pertamina Patra Niaga Selasa, 25/02/2025
Direktur Penyidikan, Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Abdul Qohar mengungkapkan bahwa, Pertamina Patra Niaga mengabaikan pasokan minyak dalam negeri dengan berbagai dalih, dan mereka justru lebih memilih untuk mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar.
Keputusan ini diduga dibuat para tersangka, dengan motif Korupsi Berjamaah, yang akhirnya menimbulkan Kerugian Negara yang berjumlah fantastis, yang mencapai Rp 193,7 triliun, terang Abdul Qohar.
Dalam kasus ini Tersangka yang terjerat dugaan Kasus Korupsi Utama adalah, Diva Siahaan Direkrur Utama PT Pertamina Patra Niaga, bersama Sani Dinar Saifuddin Derektur Optimasi Feedstock dan Produk, serta Yoki Dirut PT Pertamina Internasional Shipping, ujar Abul Qohar
Adapun Operandi dalam Kasus ini, mereka mengadakan Rapat dan mengambil Keputusan Strategis, yang merugikan negara, ungkap Abdul Qohar.
Kasus Korupsi ini terjadi pada level elite, sementara pada saat ini rakyat kecil harus berjuang untuk mendapatkan BBM dengan sistem yang semakin sulit, dimana Pemerintah menerapkan kebijakan pengunaan Barcode MyPertamina sebagai syarat pembelian BBM Bersubsidi, ungkap Abdul Qohar.
Banyak warga yang mengeluh karena harus antri panjang untuk mendapatkan BBM di SPBU. Bahkan tidak jarang kehabisan sebelum mengisi diberbagai daerah. Antrian kendaraan begitu padat hingga antre berjam-jam, sehingga menyebabkan kemacetan dan menghambat aktivitas ekonomi
Lebih lanjut, dari hasil Penyelidikan Kejagung RI mengungkapkan bahwa Keputusan Impor Minyak Mentah, yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga tidak semata-mata untuk mengatasi dan menjawab kebutuhan masyarakat, melainkan karena adanya kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, sambung Abdul Qohar.
Seharusnya pasokan minyak dalam negeri dapat dimaksimalkan, namun mereka justru mencari alasan untuk melakukan impor dengan dalih efesiensi dan kualitas. Padahal langkah ini justru merugikan negara, tutup Abdul Qohar.