Tabloidbnn.info, Kota Kupang Nusa Tenggara Timur— Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) tengah diterpa badaikontroversi menyusul terbitnya Surat Keputusan (SK) Komite Sekolah yang ditandatangani oleh kepala sekolah yang telah resmi memasuki masa pensiun.
Kasus ini kini menjalar ke isu dugaan penyimpangan dana komite, pelanggaran regulasi pendidikan, dan krisis kepercayaan terhadap manajemen sekolah vokasi terbesar di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Permasalahan bermula dari SK No.064/SMK.2/385/VIII/2024 tentang “Penetapan Pengurus Komite Sekolah SMKN 2 Kota Kupang Periode 2024–2025” yang ditandatangani oleh Welem A. Kana, S.Pd., M.T., pada 28 Agustus 2024.
Ironisnya, tanggal tersebut tercatat delapan hari setelah Welem memasuki masa pensiun pada 20 Agustus 2024, berdasarkan dokumen administrasi kepegawaian. Sejumlah guru yang tidak mau disebutkan namanya mempertanyakan keabsahan SK tersebut dan menyebutnya cacat hukum. Mereka mendesak agar kepengurusan komite yang dibentuk dibatalkan dan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen keuangan serta partisipasi masyarakat.
Tindakan menandatangani dokumen institusional oleh pejabat yang telah pensiun merupakan pelanggaran prinsip legalitas dalam administrasi pemerintahan. “Begitu seseorang pensiun, otomatis hak dan kewenangannya berakhir.
Tindakan menandatangani SK setelah tanggal pensiun bisa dikualifikasi sebagai keputusan tanpa kewenangan, alias onbevoegde beschikking,” ujarnya. Dana Komite di Rekening Pribadi, Honor hingga Rp8 Juta Meraka membeberkan bahwa dana komite, yang bersumber dari iuran orang tua murid tidak disimpan di rekening resmi sekolah atau komite, tetapi justru di rekening pribadi bendahara komite berinisial MTH.
Fakta ini diperkuat dengan bukti transfer honor kepada sejumlah guru. Dan pengurus panitia kerja, mendapatkan honor Rp4 juta perbulan yang dibayar setiap dua bulan sekali. Plt. Kepala SMKN 2 Kota Kupang, Lazarus Dara Nguru, membenarkan temuan tersebut.
“Iya, saya menemukan dana komite disimpan pada rekening pribadi bendahara. Ini tidak sesuai mekanisme tata kelola yang baik dan bisa berdampak hukum,” ungkapnya saat diwawancarai, Jumat (4/7) di ruang kerjanya.
Ia juga menilai aneh bahwa pengurus komite justru ikut menjadi panitia kerja sekolah dan menerima honor dari dana yang bersumber dari sumbangan orang tua. “Komite itu tugasnya secara sukarela, tidak menerima honor. Komite harus terdiri dari perwakilan orang tua dan tokoh masyarakat, bukan orang yang merangkap jabatan demi insentif,” tegasnya.
Sementara terkait polemik tanda tanggan SK Komite oleh mantan Kepala Sekolah, Welem A. Kana yang mendatangi SK Komite pasca pensiun, Lazarus Dara Nguru, menjelaskan bahwa yang bersangkutan tanggal pensiunnya 20 Agustus 2024.
“Memang yang bersangkutan pensiun tanggal 20, namun kewenangannya masih berlaku hingga akhir bulan, jadi yang bersangkutan masih punya kewenangan. Hal ini sesuai dengan regulasi yang berlaku,” jelasnya.
Efek Domino: Program Vokasi Tertunda Kekacauan pengelolaan dana ini telah berdampak langsung pada kelangsungan program pendidikan.
Sejumlah guru mengatakan bahwa sejak Januari 2025, kegiatan praktik kerja lapangan (PKL) untuk siswa kelas XI nyaris tertunda karena dana transportasi belum cair.
“Teaching factory juga tidak berjalan maksimal karena ada ketidakjelasan pencairan anggaran,” ujar seorang guru yang meminta namanya tidak disebut. Kondisi ini menghambat proses pembelajaran vokasional yang mestinya berbasis industri dan proyek nyata.
Transparansi keuangan yang buruk, ditambah dengan legalitas kepengurusan komite yang dipertanyakan, membuat sekolah kehilangan kepercayaan dari mitra industri dan orang tua siswa. Evaluasi Menyeluruh: Plt Kepsek Janji Rapat Ulang Komite Plt. Kepala Sekolah, Lazarus Dara Nguru, berjanji akan segera mengambil langkah tegas.
“Kami akan lakukan evaluasi menyeluruh dan rapat bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk orang tua dan Dinas Pendidikan. Kepengurusan komite akan kami revisi agar sesuai regulasi dan menjamin transparansi terutama pada struktur bendahara,” katanya.
Kejadian ini menyadarkan publik bahwa reformasi tata kelola di sekolah-sekolah negeri, terutama pada aspek pengelolaan dana masyarakat dan peran komite, sangat mendesak. Tanpa pembenahan serius, sekolah bisa terjebak dalam budaya administrasi yang lemah dan membuka celah penyimpangan dana publik.
Di tengah krisis ini, kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan menjadi taruhan besar. SMKN 2 Kupang sebagai institusi vokasi unggulan kini harus membuktikan komitmen pada transparansi dan integritas, jika ingin tetap menjadi rujukan pendidikan kejuruan di NTT.
(*MikeOla).