Tabloidbnn.info. Sergai. Kabar tentang adanya pungutan dana bertajuk “Iuran Merah Putih” yang berasal dari desa-desa di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) mulai mengemuka dan menuai pertanyaan publik. Dana yang disebut-sebut disetor oleh para kepala desa itu belum jelas peruntukannya, bahkan menimbulkan beban psikologis dan administratif bagi para aparatur desa.
Salah satu kepala desa yang enggan disebutkan identitasnya saat dihubungi lewat pesan WhatsApp mengakui bahwa memang ada penyetoran dana yang disebut sebagai iuran Merah Putih. Namun ia mengaku tidak mengetahui secara pasti dana itu akan digunakan untuk program apa. “Yang kami tahu hanya harus mempertanggungjawabkan pengeluarannya. Tapi untuk apa dan ke mana uang itu, kami tidak tahu,” ujarnya dengan nada resah.
Lebih lanjut, kepala desa tersebut juga mengungkapkan bahwa nominal dana yang disetorkan sangat besar, bahkan mencapai lebih dari Rp20 juta untuk satu desa. Namun, ia mengaku lupa kapan tepatnya dana itu diserahkan dan siapa yang mengkoordinir kegiatan tersebut. “Seingat saya sudah lama, tapi bulan pastinya saya lupa. Yang jelas nilainya sangat membebani,” tambahnya.
Polemik iuran Merah Putih ini memunculkan kecurigaan di tengah masyarakat, terlebih karena tidak ada kejelasan regulasi atau dasar hukum yang mengatur pungutan tersebut.
Aliansi Peduli Bersama Masyarakat Indonesia (ALISSS) pun angkat bicara. Wakil Ketua ALISSS Dedek Susanto yang juga menjabat sebagai Bupati LIRA Sergai, mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan.
“Kita meminta APH baik di Sumatera Utara maupun Kabupaten Sergai untuk segera mengusut dan mengklarifikasi sumber dan peruntukan dana ini. Kalau memang ada dasar hukumnya, tunjukkan. Tapi kalau tidak, ini bisa masuk ranah penyalahgunaan wewenang atau pungutan liar,” tegas Dedek dalam konferensi pers yang didampingi Sekretaris Umum Muslim Lubis dan Wakil Sekretaris Budiman Manik.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Serdang Bedagai, Drs. Fajar Simbolon M.Si, saat dikonfirmasi via WhatsApp pada Selasa (8/7/2025) pukul 14.45 WIB terkait iuran tersebut, belum memberikan tanggapan. Hingga pukul 16.02 WIB, pesan yang dikirim wartawan belum direspons.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran luas bahwa beban iuran tersebut hanyalah sebuah bentuk tekanan terselubung yang tidak memiliki landasan hukum yang sah.
Apalagi jika benar dana tersebut dihimpun tanpa transparansi dan akuntabilitas yang jelas, maka hal itu dikhawatirkan menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan desa.
Publik kini menanti ketegasan pihak berwenang dalam menelusuri dugaan adanya praktik pungutan tidak sah berkedok “iuran Merah Putih” tersebut. Di tengah upaya pemerintah menegakkan transparansi dan akuntabilitas, kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas birokrasi dan keberpihakan terhadap masyarakat desa.
(Bastian/tim)